Hai Traders
Hal terpenting dalam investasi adalah emosi. Investasi
adalah tentang cara kita menghadapi emosi. Ilmu akuntansi dan manajemen
keuangan tidak akan langsung menjadikan seorang akuntan pasti sukses dalam
investasi. Begitulah yang selalu sering saya baca di berbagai buku investasi.
Kalimat yang menurut saya benar, tetapi baru saya dalami maknanya beberapa
waktu ini.
Faktor emosi ini jauh lebih penting dibanding kemampuan
lain, misal membaca laporan keuangan perusahaan. Orang selalu bisa belajar ilmu
akuntansi, tapi orang yang tidak bisa menghadapi emosinya sesungguhnya akan
mengantarkan ilmu tersebut menjadi sebuah belenggu, seperti perasaan serba tahu
dan kesombongan diri sendiri, yang akhirnya menjerumuskan investasinya.
Ketika kita akan menyeleksi saham, ketika kita meneliti
saham-saham pilihan, ketika kita meriset saham-saham tersebut, lalu melakukan
eksekusi atas saham-saham itu, maka kita akan selalu berhadapan dengan faktor
emosi, yaitu emosi kita. Ternyata faktor emosi ini tidak hanya dalam lingkup
sebelum hingga pembelian saham saja, bahkan dalam seluruh masa investasi, yaitu
dalam masa memegang saham, hingga periode akan menjual, sesungguhnya faktor
emosi memegang perananan penting.
Emosi dalam Memilih Saham
Kita harus tidak melibatkan emosi dalam memilih saham kita.
Hal-hal seperti: perasaan suka akan brand, kedekatan personal dengan
perusahaan, afiliasi keluarga dengan perusahaan, apalagi suka karena harganya
saja (entah karena turun atau naik), semua itu adalah emosi. Emosi bisa
mempengaruhi nalar dan rasio kita dalam memilih saham. Ketika emosi berbicara,
data dan fakta kalah, nalar tidak berfungsi, dan sesungguhnya kita bertindak
karena emosi belaka.
Saya sudah merasakan korban emosi dalam pembelian ini. Pembelian
ELSA di masa awal investasi dahulu adalah emosi karena keluarga dekat bekerja
di perusahaan ini. Pembelian PKPK hanya emosi terlalu cepat memutuskan
perusahaan ini bagus. Pembelian GIAA disebabkan oleh emosi yang disebabkan saya
dan keluarga suka maskapai ini. Terbukti tiga pembelian itu salah. Ya, mungkin
saja di masa yang akan datang ketiganya bisa baik dan punya kinerja bagus. Kita
tunggu saja.
Emosi dalam Memegang Saham
Ketika memegang saham yang sudah dibeli berdasarkan
pemikiran bahwa saham tersebut murah, tiba-tiba ada saat harga saham anjlok.
Anjloknya pun tidak tanggung, turun 10%, hingga 20%, atau lebih. Saya pernah merasakan penurunan harga saham
hingga 23% untuk salah koleksi saya, yaitu dari harga pembelian 450-an,
tiba-tiba jatuh hingga ke 320-an dan naik sedikit ke 345. Harga 320-350 ini
bertahan hingga beberapa bulan. Periode ini sangat emosianal, meski saya sudah
cukup punya daya tahan menghadapi penurunan harga—hasil pengalaman investasi
selama tiga tahun terakhir.
Ketika menghadapi penurunan, saya biasanya melakukan
pembelian kembali saham tersebut, dengan harapan dapat unit lebih banyak dan
menutup harga rata-rata pembelian. Harga rata-rata 450-an akhirnya turun ke
375-an. Hasilnya, setelah tujuh bulan menekuninya, saham tersebut saat ini
melonjak pesat hingga gainnya saja lebih dari 400% saat tulisan ini dibuat.
Lalu ketika ada saham yang naik, bagaimana emosi kita
menghadapi kenaikan itu, apakah ini saat yang tepat untuk menjual ketika
harganya sudah overvalued? Ini juga jenis emosi yang akan saya pisahkan di
bagian lain.
Emosi dalam memegang saham biasanya bersumber dengan
ketidakyakinan kita, benarkah saham-saham yang kita pegang ini saham bagus?
Benarkah nilai harga wajar yang kita hitung dan jadikan pegangan dalam membeli
itu? Kenapa dalam beberapa bulan saham ini tidak bergerak (hanya di rangenya
saja), apakah saham ini nanti punya potensi? Itulah tantangan investor dalam
memegang saham.
Emosi dalam Menghadapi Kenaikan Harga Saham
Saya pernah tulis memilih saham itu relatif mudah, karena
bisa dikerjakan cukup dengan disiplin tinggi dan emosi yang baik. Perang emosi
pun cukup mudah dihadapi, dengan catatan kalau harga turun dan kita ada dana,
maka kita tinggal melaksanakan pembelian tambahan. Cukup mudah. Hal yang tidak
mudah adalah ketika kita di posisi sebaliknya, yaitu ketika harga saham naik.
Hal yang akan sangat tidak lagi apabila harga saham tersebut naik 100%, naik
200%, atau 400%. Tentu saja kenaikan tersebut sudah jauh di atas harga wajar.
Saya pernah mengalami hal ini dalam investasi salah satu
saham yang saya pegang, dan juga tetap masih saya pertahankan hingga saat ini.
Awalnya koleksi saham saya hanya satu saham ini saja. Lalu ketika harganya naik
ke angka atas sedikit, saya melepas 5-10. Lalu ketika harganya pada kisaran
harga wajar saya melepas 10 lot lagi. Sudah 25 lot saya lepas. Ternyata
sahamnya melesat tinggi, membumbung jauh di atas harga wajar, dan sekarang
sudah 400% lebih potensi keuntungan saya. Emosional tentu saja. Saya mengaku
belum bisa mempunyai pegangan tetap akan hal ini. Dulu sempat ada pemikiran
untuk jual bertahap. Tapi ada pendapat lain dari Phil Fisher yang mengatakan
bahwa saham bagus selalu overpriced. Dan karena kita tidak pernah tahu kapan harga
saham bergerak, kadang kita tidak pernah bisa mengambil momen ketika saham
overpriced turun kembali, lalu kita sudah ketinggalan jauh ketika saham
tersebut bergerak naik lagi. Mungkin perlu waktu puluhan tahun hingga saham
tersebut kembali ke harga rendahnya. Fisher menyarankan kalau angka masih
berbunyi bagus, pertahankan saja, dan miliki selamanya. Apakah saya bisa
menghadapi emosi ini nantinya. Mari kita buktikan.
Emosi, Emosi, Emosi
Investor yang sukses selalu orang yang bisa menghadapi
emosinya. Dengan daya tahan terhadap emosi yang baik, adalah masalah
kedisiplinan dan ketekunan untuk belajar menghadapi kesalahan saja yang akan
membawa investor menjadi seorang yang akan lebih sukses.
Emosi, emosi, emosi. Hal tersulit yang dihadapi oleh
investor. Semoga kita bisa membuktikan bahwa kita bisa menghadapi emosi kita.
Selamat berinvestasi!
Hahahaha, sangar ini mas. Ini sama persis dengan konsep FR kita lho. Ayas nyakin banyak temen temen yang kesel banget jika tripingan sudah bener searah trend, eh malah gak kesenggol hanya selisih beberapa pips. Atau ada kejadian, sangat pede tripingan di FR 100, malah kenak sl, hahahah.
ReplyDeleteSebenernya mudah sekali mengatasi emosi ini. JANGAN LIAT CHART, wkkk. Kan sudah ada mekanisme pembatasan resiko berupa SL. Maka apapun yang terjadi ya hanya segitu thok risknya, wkkk. Yang kedua adalah, yakini bahwa harga yang sudah kita pesan, adalah HARGA TERBAIK buat kita, hehehe. Yang trahir, disiplin exit.
Ayas seneng sekali bisa saling saring ilmu seperti. Nambah wawasan bener :). Makasih yaaaa
haha iya sam 'jangan liat chartnya hehe,
ReplyDeleteayas yg berterima kasih ama sam yuki yg udah ngerubah pola pikir ayas ttg forex,
dulu yg ada dipikiran ayas forex itu buas sam,
pas ayas pelan2 cerna metodenya sam yuki perlahan ayas merasa forexnya dah berubah jadi jinak xixixixixi, thx ya sam,
sangat jarang orang diluar sana yg berbagi metode sedetail yg sam yuki sampaikan, menjadi bermanfaat buat yg lain,semoga jenengan sehat n sukses selalu sam.
sami sami mas :). Kita saling berbagi ilmu karena dengan berbagi itulah sebenernya investasi kita yang sesungguhnya :). Besok pagi ayas mau baca artikel yang njenengan posting barusan, kayaknya bakal menarik nih. Dinasti rothchild. Ayas juga makasih banget sudah ngajari ayas ilmu tentang saham :). Ayas lagi mapping habit yen, moga moga segera kelar ya. Insyaallah segera ayas share
Deletekereeeennn semangaaat sam :)
Delete